Jawaban perbedaan orang-orang Indonesia yang merantau ke Malaysia pada masa lalu dan masa kini

Berikut jawaban perbedaan orang-orang Indonesia yang merantau ke Malaysia pada masa lalu dan masa kini. Sebelum kami uraikan contoh jawaban pada pertanyaan diatas. Kita akan ulas terlebih dahulu materi yang terkait pada pertanyaan diatas.

 

Orang Bugis di Malaysia

Proses penggabungan kebudayaan Bugis ke Malaysia dengan cara menjadi orang Melayu. Mereka menjadi seorang Muslim, menggunakan bahasa Melayu dan menerapkan adat istiadat Melayu. Orang-orang Bugis mudah untuk melakukan hal tersebut karena budaya, bahasa, dan adat istiadat yang tidak berbeda jauh. Antara tahun 1855-1920, banyak pendatang dari Indonesia (Jawa, Madura dan Kalimantan) yang menetap dan membuka lahan baru di Johor. Mereka menebang hutan dan menjadikannya perkebunan. Ada juga yang datang juga untuk bekerja sebagai kuli kontrak di perkebunan milik keluarga Arab. Mereka berangkat dari Indonesia ke Johor menaiki kapal Suku Bugis.

Migrasi Suku Bugis secara besar-besaran terjadi pada 24 Juli 1669 akibat dari jatuhnya ibu kota Kerajaan Gowa, Somab Opu ke tangan Belanda. Mereka bermigrasi ke daerah Semenanjung Malaya dan Kalimatan bagian utara (Borneo). Hal tersebut merupakan cikal bakal dari diaspora Bugis di daerah Sabah dan Serawak, Malaysia. Pemerintah Belanda pada tahun 1882-1885 mendatangkan Suku Bugis ke Tawau dengan tujuan membangun daerah Tawau dan membuka perkebunan kelapa.

Suku Bugis bermigrasi secara kelompok yang dipimpin oleh tokoh-tokoh bangsawan. Kaum laki-laki datang terlebih dahulu dan selanjutnya membawa keluarga mereka. Suku Bugis dari generasi pertama memperoleh
tanah dan membuka usaha-usaha perkebunan di Sabah. Mereka juga melakukan perdagangan dan menangkap ikan. Suku Bugis mendapat tempat istimewa dan punya posisi penting di Sabah. Tokoh Bugis diangkat menjadi pemimpin berbagai kelompok etnis yang ada di sana.

Baca Juga :  Jawaban contoh cerita rakyat dan hikmah yang kalian dapatkan

 

Lembar Aktivitas 15 Aktivitas Kelompok

Bagaimana perbedaan orang-orang Indonesia yang merantau ke Malaysia pada masa lalu dan masa kini?

Jawaban :

Masa Lalu

Orang Indonesia pada zaman dulu memutuskan merantau ke negeri orang, salah satunya Malaysia sebagai budak perkebunan. Sejak zaman kolonial pemerintahan Inggris di Semenanjung Malaya, ibu kota Negara Bagian Selangor, Shah Alam, Malaysia, sudah didatangi oleh orang-orang Jawa. Banyak tenaga kerja dari Indonesia, khususnya Jawa dikirim untuk bekerja di Semenanjung Malaya sebagai buruh perkebunan kelapa sawit dan karet. Karena orang Jawa dikenal berkinerja baik dan jumlah penduduknya juga banyak, maka pemerintah kolonial Inggris memutuskan merekrut tenaga kerja asal Jawa dengan membuka kantor perekrutan di kota besar di Jawa.

Tidak hanya orang Jawa, orang Indonesia dari suku lain, seperti yang berasal dari Pulau Sumatera, umumnya dari suku Minangkabau dan Aceh juga melakukan migrasi ke negara yang dijuluki sebagai Negeri Jiran. Para pendatang ini kemudian mendirikan pemukiman yang dikenal dengan sebutan Kampung Padang Jawa.

Dalam bidang pendidikan dahulu Indonesia mengirim guru-guru terbaik ke malaysia. Era pemerintahan Sukarno, Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki banyak tenaga pengajar lulusan perguruan tinggi—bila dibandingkan dengan guru di negara tetangga, bukan rasionya terhadap keseluruhan penduduk. Kondisi ini menarik perhatian Pemerintah Malaysia yang juga menginginkan perbaikan pendidikan di dalam negeri selepas mendapat kemerdekaan di tahun 1957. Melihat kompetensi guru Indonesia yang cukup menarik di mata negara asing, khususnya Malaysia, Pemerintah Orde Baru mulai mengirim tenaga guru terdidik ke Malaysia sebagai bagian langkah normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia pada 1966. Ekspor guru ke Malaysia juga berasal dari permintaan langsung Pemerintah Malaysia sebagai tindak lanjut terbentuknya kembali lembaga persahabatan kedua negara.

Guru Indonesia di Malaysia kala itu umumnya ditugaskan selama tiga tahun di sekolah-sekolah menengah yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Mereka bertugas memperbaiki tata bahasa Melayu pelajar-pelajar Malaysia yang terbiasa bercakap-cakap dalam bahasa Inggris. Selain itu, ada pula upaya memperbaiki kurikulum sains peninggalan Inggris yang dinilai sudah usang. Sampai Juni 1972, terdapat 175 guru Indonesia yang tinggal dan bekerja di Malaysia.

Masa Kini

Masa kini orang Indonesia masih banyak yang merantau ke Malaysia untuk bekerja, tetapi jenis pekerjaan yang dilakukan sudah berbagai macam, tidak terbatas sebagai seorang buruh perkebunan saja.

Pemerintah Indonesia sendiri juga memang masih melakukan pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Malaysia dengan alasan perekonomian. Di samping untuk bekerja, orang Indonesia yang merantau ke Malaysia juga mempunyai tujuan lain, salah satunya adalah mengenyam pendidikan. Kondisi dunia keguruan di Indonesia saat ini berbanding terbalik dengan apa yang terjadi puluhan tahun silam.

 

Baca Juga :  Jawaban jelaskan kaitan antara kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi

Orang Makassar (The Macassans) di Australia

Suku-suku pelaut di Nusantara memanfaatkan angin monsoon (muson) barat laut untuk berlayar ke Australia. Suku Bugis secara teratur berlayar ke Australia dan kerap singgah di Australia bagian utara sejak 1650. Mereka menyebut daerah Arnhem di Australia Utara dengan Marege dan wilayah barat laut Australia dengan sebutan Kayu Jawa. Suku Bugis pergi ke Australia Utara untuk mencari teripang (sea cucumber). Teripang tersebut kemudian diasapi dan diekspor ke Tiongkok. Pada perkembangannya, suku Bajau dan nelayan dari Buton juga datang untuk mencari teripang.

Nelayan Bugis banyak berdatangan dan singgah di Australia. Suku Bugis melakukan perjalanan dengan rute Makassar–Saleier, Wetar–Kisar–Leti–Moa–Pelabuhan Darwin. Jejak interaksi antara orang Bugis dan suku
Aborigin yang tinggal di Australia dapat dilihat pada beberapa lukisan gua dan kulit kayu. Di samping itu, beberapa ritual yang dilakukan suku Aborigin (Australia) juga menunjukkan bukti interaksi tersebut. Pada pertengahan abad ke-17 hingga awal abad ke-20, pelaut Makassar berkunjung secara rutin tiap musim ke Australia. Mereka mengumpulkan teripang sekaligus berdagang dengan membeli kulit kura-kura, kayu besi, mutiara, dan kulit kerang. Mereka juga menyediakan kebutuhan suku Aborigin seperti makanan, tembakau, alkohol, baju, panah, dan pisau. Hubungan mereka sangat baik sehingga suku Aborigin beberapa kali ikut dan singgah di Makassar. Bahkan, beberapa diantaranya menetap di Makassar.